Sabtu, 05 Januari 2013

Orde Baru Menuju Reforfmasi


Dari Orde Baru Menuju Reformasi

A. Bangsa Indonesia pada Masa Orde Baru
11 Maret 1955
6 Juni 1968
1 April 1969
3 Juli 1971
Keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret
Kabinet Pembanguna I
Pelaksanaan Pelita I
Pemilu I masa Orde Baru

1.     Awal Pemerintah Orde Baru
Peristiwa G 30 S/PKI merupakan titik awal menuju proses-proses kejatuhan Orde Lama (Pemerintah Soekarno). Beragam peristiwa terus terjadi sejak menyerahnya Jepang pada sekutu, seperti perundingan-perundingan yang selalu melemahkan posisi pemerintah Indonesia, Agresi Militer Belanda dan upaya kudeta yang dilakukan PKI pada September 1965.
Kondisi ketidakstabilan tersebut terus berlangsung pasca 1965 dengan munculnya aksi-aksi demonstrasi para pemuda dan mahasiswa yang bergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Organisasi tersebut memberikan tiga tuntutan pada pemerintah Soekarno yang dikenal dengan Tritura (Bubarkan PKI, Retool Kabinet Dwikora, dan turunkan harga)
Pada 10 Maret 1966, Presiden Soekarno mengundang pihak-pihak yang berseberangan dengan kebijakan pemerintah dan perwakilan partai-partai politik. Pada akhirnya, pertemuan tersebut menemui jalan buntu. 11 Maret 1966, Soekarno mengadakan sidang kabinet paripurna. Ketika sidang sedang berlangsung, situasi di luar gedung tampak tegang sehingga Soekarno meninggalkan Jakarta menuju Bogor.
Kondisi ibu kota dan daerah-daerah lain yang tidak kondusif memaksa Presiden Soekarnountuk memberi perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto agar menangani kondisi yang tengah terjadi. Perintah tersebut dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret (Supersemar). Supersemar inilah titik awal Orde Baru
Tindakan yang pertama kali dilakukan Letjen Soeharto adalah mengembalikan stabilitas nasional dengan memenuhi salah satu isi Tritura, yaitu pembuburan PKI. Kebijakan-kebijakan Soeharto selanjutnya diperluas pada bidang lain, seperti menciptakan stabilitas ekonomi.



2.     Pembangunan Nasional
Sejak pemerintah Oder Baru berdiri, terutama setelah Jenderal Soeharto resmu menjabat sebagai Presiden RI yang kedua. Langkah utama melaksanakan pembangunan nasional tersebut adalah membentuk Kabinet Pembangunan I sesuai dengan Tap MPR No.XLI/MPRS/1968 pada 6 Juni 1968. Tugas pokok Kabinet Ampera.
Program Kabinet Pembangunan I dikenal dengan sebutan Pancakrida Kabinet Pembangunan, yang berisi:
a.       Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai syarat mutlak berhasilnya pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dan Pemilihan Umum (Pemilu)
b.      Menyusun dan merencanakan Rencana pembangunan Lima Tahun
c.       Melaksanakan pemilihan umum selambat-lambatnya pada Juli 1971
d.      Mengembalikan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan mengikis gabis sisa-sisa G 30 S/PKI dan setiap bentuk ronrongan, penyelewengan, serta pengkhianatan terhadap Pancasila dan UUD 1945
e.       Melanjutkan penyempurnaan dan pembersihan secara menyeluruh aparatur negara baik di pusat maupun di tingkat daerah dari unsur-unsur komunisme.
A.    Ciri-ciri Pokok Kebijakan Pemerintah Orde Baru
Pemerintahan Orde Baru berusaha menciptakan stabilitas politik dan ekonomi. Stabilitas tersbut dianggap oleh pemerintahan ini sebagai syarat berhasilnya pelasanaan pembangunan serta terselenggaranya pemerintah. Untuk memperbaiki kehidupan rakyat yang selama pemerintah Orde Lama berada dalam kehidupan yang berat karena mengalami serba kekurangan, pemerintah Orde Baru melakukan rencana Pembangunan Lima Tahun(Pelita).Konsep Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Untuk merealisaikan pembangunan seperti yang diamatkan GBHN, Pemerintahan Orde Baru melaksanakan konsep Pembangunan Lima Tahun yang dimulai sejak 1 april 1969.
1.      Pelita I (1 April 1969 – 31 maret 1947)
2.      Pelita II (1 April 1974 – 31 Maret 1979)
3.      Pelita III (1 April 1979 – 31 Maret 1984)
4.      Pelita IV (1 April 1984 – 31 Maret 1989)
5.      Pelita V (1 April 1989 – 31 Maret 1994)
6.      Pelita VI (1 April 1994 – 31 Maret 1999)
7.      Pelita VII (1 April 1999 – 31 Maret 2004)
Sampai 1998, telah dilaksanakan enam pelita. Pelita merupakan langkah pembangunan yang tersusun dan tersencana dengan sasaran dan tujuan yang jelas. Melalui langkah-langkah tersebut terlihat adanya peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang terlihat dari kondisi objektif.
B.     Meningkatnya Peran Negara dan Dampaknya bagi Kehidupan Masyarakat
Selama pemerintahan Orde Baru berkuasa (sekitar 32 tahun), istilah pembangunan, stabilitas dan pertumbuhan telah menjadi jargon politik yang dijalankan oleh pemerintahan ini. Untuk mencapai tujuan tersebut, negara telah mengambil peran yang menentukan dengan menempatkan kekuasaan yang besar di tangan presiden. Namun, dengan struktur politik yang dibuat oleh pemerintah serta pengorganisasi seluruh unsur politik dan potensi masyarakat, peran negara semakin meningkat yang direprestasikan oleh semakin kuatnya tangan eksekutif pada Presiden Soeharto.
Misalnya, sejak 1977, pemilu pertama pada masa Orde Baru, partai politik yang diakui hanya tiga, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Adapun dua partai lainnya hanyalah sebagai pelengkap dari sistem demokrasi (Demokrasi Pancasila) yang dikembangkan oleh pemerintahan Orde Baru.
Untuk mencapai tujuan pembangunan sesuai dengan tahapan pelita yang direncanakan maka diperlukan stabilitas. Untuk itu, birokrasi pemerintahan dijaga dari unsur-unsur yang mampu melawan negara. Para pegawai pemerintah diorganisir dalam Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI). Para buruh, pengusaha, wartawan, guru, pemuda, pelajar, mahasiswa dan kelompok profesional ditampung dalam wadah yang disponsori oleh pemerintah. Oleh karena itu, lahirlah PGRI, IDI, KNIP, Kadin dan PWI yang menyatu dengan pemerintah. Para pengurus serta anggota organisasi-organisasi tersebut juga harus menjadi anggota Golongan Karya.
Selama orde Baru, semua aktivitas masyarakat dikontrol dengan ketat oleh pemerintah. Kelompok yang menentang kebijaksanaan negara dianggap sebagai musuh negara yang anti ideologi negara, Pancasila. Mereka yang menentang kebijaksanaan pemerintah sering diidentik dengan komunis. Untuk membersihkan unsur komunis dalam masyarakat, maka sejak 1978 melalui ketetapan MPR dikeluarkan ketetapan MPR dikeluarkan ketetapan mengenai perlunya Pedoman Pengalaman dan Penghayatan Pancasila atau P-4.
Menguatnya peran negara dalam kehidupan politik Orde Baru terlihat dari tampilnya ABRI sebagai kekuatan sosial politik. Pemerintah Orde Baru telah berhasil menciptakan stabilitas nasional melalui program pembangunan yang dijalankannya. Akan tetapi, terdapat beberapa peristiwa yang tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan tersebut. Peristiwa tersebut, di antaranya Tregedi Malari 1974.
Sejak kelahiran Orde Baru, mulai disadari pentingnya peningkatan ekonomi yang pada zaman Orde Lama mengalami kemerosotan. Melalui kemampuan manajerial yang dimiliki oleh Presiden Soeharto maka dipililah orang-orang yang cakap di bidang ekonomi untuk mulai merancang pembangunan ekonomi nasional. Terdapat lima orang ekonom ialah Emil Salim, Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Mohammad Sadli dan Subroto. Mereka kemudian dikenal sebagai Mafia Berkeley karena semuanya alumni dari Universitas California Berkeley Amerika Serikat.
Mereka merancang repelita atau tahapan pembangunan lima tahunan dengan menekankan pada pertumbuhan, stabilitas dan terciptanya kesempatan kerja pada angkatan kerja. Untuk itu, modal asing dari Barat diundang masuk ke Indonesia, hubungan dengan lembaga internasional diciptakan dengan baik. Lembaga seperti Inter- Governmental on Group for Indonesia (IGGI) yang dibentuk pada 1966-1967 sebagai negara-negara yang bersedia memberi pinjaman ekonomi kepada Indonesia serta Dana Moneter Internasional (IMF) serta Bank Dunia menjadi penyedia dana bagi pembangunan ekonomi.
Namun, kekcewaan berbagai kelompok mulai muncul terutama pada awal 1990-an. Disebabkan ada kesan bahwa pembangunan lebih banyak dinikmati oleh segelintir orang yang dekat dengan kekuasaan Presiden Soeharto. Sementara, daerah dengan segala potensi sosial, ekonomi, dan budaya merasa lebih banyak dieksploitasi oleh pemerintah pusat.
Sebagian rakyat kecewa menyaksikan jurang pemisah kaya dan miskin yang semakin lebar dan tampak secara kasat mata serta terbelenggunya aspirasi mereka untuk disampaikan kepada rezim yang sedang bekuasa. Parlementer yang dipilih sesuai pemilu setiap tahun tidak mencerminkan perwakilan rakyat. Sebaliknya, mereka lebih banyak berperan sebagai kepanjangan tangan eksekutif  untuk melegitimasikan kekuasaannya. Demokrasi yang dijalankan oleh pemerintah Orde Baru adalah demokrasi sesuai dengan yang ditafsirkan oleh elit yang sedang berkuasa untuk mempertahankan kekuasannya.
3. Dampak Revolusi Hijau dan Industrialisasi dalam Kehidupan Masyarakat
Untuk meningkatkan swasembada pangan serta memberi makan pada jutaan penduduk, pemerintahan Orde Baru berusaha membangun industri pertanian melalui berbagai cara. Salah satu cara yang dilakukan adalah melalui usaha pengembangan Revolusi Hijau. Berbagai macam penelitian dilakukan untuk mendapatkan varietas tanaman pertanian yang sesuai dengan kondisi alam di Indonesia. Usaha ini semakin berkambang setelah IPB mendapat bantuan bibit unggul dari IRRI pada 1966. Upaya ini merupakan bagian dari strategi umum untuk meningkatkan produksi pertanian di Indonesia, yaitu ekstensifikasi, intensifikasi dan mekaniasi. Pada 1984, Indonesia berhasil berswasenbada beras. Sepuluh tahun kemudian, Indonesia mengimpor beras lagi. Tidaklah berlebihan jika pada 1984, Presien Soeharto mewakili bangsa Indonesia mendapatkan penghargaan dari FAO di Roma.
Namun, revolusi ini telah menimbulkan akibat negatif berupa penrunan kesuburan tanah dan melebarnya kesenjangan sosial ekonomi di pedesaan. Revolusi Hijau memerlukan modal tidak sedikit, hanya efisien untuk lahan yang luasnya mendekati 1 hektar atau lebih. Akibatnya, hanya petani kaya yang mendapatkan keuntungan dari Revolusi Hijau. Ketimpangan ini berlanjut sehingga terjadi akumulasi (penumpukan) pengusaan tanah. Para pemilik lahan sempit (kurang dari 0,5 ha) berkurang jumlahnya. Mereka menjadi buruh tani atau berurbanisasi di perkotaan untuk beralih profesi kerja di sekitar industri atau sektor nonformal. Industrilisasi yang dijalankan oleh pemerintah Orde Baru berhasil memenuhi kebutuhan sebagian besar masyarakat. Hal ini mencerminkan bahwa negara Indonesia semasa Orde Baru sedang menuju sebuah negara industri. Persoalan utama dari akibat industri industrilisasi dan sekarang menjadi isu global adalah masalah lingkungan hidup. Akibatnya, manusia terancam kanker kulit dan katarak mata serta sistem imunisasinya lemah.
Pembukaan kawasan perkebunaan, pertanian, dan perkantoran di luar Jawa telah memperburuk kualitas lingkungan hidup. Banyak pengusaha Indonesia, terutama para pemilik Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang tidak memeperhatikan kelestariaan lingkungan. Untuk membuka lahan hutan, mereka menebang pohon tanpa penananaman kembali (reboisasi). Banyak pula yang membabat serta membakar hutan karena kebiasaan melakukan ladang berpindah. Akibatnya, kebakaran hutan melanda Kalimantan, Sumatera, Jawa dan Irian Jaya anatara 1994 dan 1998. Kebakaran ini tidak hanya menimbulkan polusi asap di negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Brunei, tetapi mengancam kelangsungan hidup flora dan fauna di hutan-hutan tersebut.
Ternyata, industri yang dibangun tidak memberi dampak yang positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar, bahkan menimbulkan kerusakan lingkungan. Devisa yang diperoleh dari hasil ekspor barang industri lebih banyak menguntungkan negara dalam skala makro dibandingkan dengan masyarakat sekitar daerah industri. Keadaan seperti ini ternyata tidak mendapat perhatian yang serius dari pemerintah Orde Baru.

C. Lahirnya Orde Reformasi
12 Mei 1998
21 Mei 1998
7 Juni 1999
20 Oktober 1999
9 Agustus 2001
Peristiwa Semanggi
Presiden Soeharto memundurkan diri
Pemilihan Umum
Abdurrahaman Wahid dilantik menjadi Presiden ke-4 RI
Megawati dilantik menjadi Presiden ke-5 RI

1.     Faktor-Faktor Munculnya Tuntutan Reformasi
Runtuhnya Orde Baru yang ditandai dengan pernyataan pengunudran Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 dan tuntutan reformasi yang terus dikumandangkan masyarakat Indonesia disebabkan oleh krisis multidimensional yang melanda Indonesia. Krisis yang melanda Indonesia sejak 1997 sebenarnya bukan yang pertama kali terjadi. Presiden RI ke-1 tersebut disebabkan Indonesia memutuskan hubungan dengan negara-negara Barat. Istilah go to hell terhadap bantuan Amerika Serikat serta lembaga-lembaga keungan seperti Internasional Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia merupakan jargon yang sering diungkapkan oleh para politisi Orde Lama.
Sejak krisis melanda Indonesia pada 1997 dan jatuhnya Presiden Soeharto pada 1998 terjadi ratusan demonstrasi mahasiswa di berbagai kota di Indonesia. Puncak dari demonstrasi mahasisiwa tersebut terjadi pada 21 Mei 1998 di depan Gedung DPR/MPR sampai munculnya pernyataan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya dan digantikan oleh B.J. Habbie.
2.  Proses Runtuhnya Orde Baru dan Berkuasanya Pemerintah Reformasi
Tuntutan reformasi yang akhirnya menyulut kerusuhan besar di Jakarta pada 14 Mei 1998. Pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto akhirnya memundurkan diri dan segera digantikan oleh B.J. Habbie yang sebelumnya menjabat sebagai wakil presiden.
Sidang Umum (SU) MPR kemudian mengambil keputusan melalui pemungutan suara pada 19 Oktober 1999. Akhir dari SU itu adalah pemilihan presiden dan wakil presdien. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menyeleksi tiga kandidat presiden yaitu Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri dan Yusril Ihza Mahendra. Hasilya, Gus Dur keluar sebagai pemenang dengan meraih 373 suara. Dengan demikian, Presiden ke-4 RI untuk masa bakti 1999 – 2004 adalah K.H. Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden RI adalah Megawati Soekarnoputri.
Pelantikan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden Republik Indonesia dilaksanakan pada 20 Oktober 1999, sedangkan pelantikan Wakil Presiden Republik Indonesia dilaksanakan pada 21 Oktober 1999. Dalam masa pemerintahannya, Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil presiden Megawati Soekarnoputri membentuk kabinet yang kemudian diberi nama Kabinet Persatuan Nasional.
Pada 20 Juli 2001 pukul 17.45 WIB, Presiden Abdurrahman Wahid mengangkat Komisaris Jenderal (Pol) Chaerudin Ismail sebagai Pemangku Sementara Jabatan Kepolisian RI menggantikan Jenderal Bimantoro yang sebelumnya telah dinonaktifkan. Pada 9 Agustus 2001, Presiden Megawati Soekarnoputri akhirnya resmi menjadi Presiden RI ke-5. Selanjutnya, Megawati mengumumkan komposisi kabinetnya yang diberi nama Kabinet Gotong Royong.

D. Perkembangnya Masyarakat pada Masa Reformasi
7 Juni 1999
30 Agustus 1999
Pemilu yang diikuti 44 partai
Lepasnya Timor-Timur

1.     Perkembangan Politik setelah 21 Mei 1998
Jatuhnya, Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 sebagai tanda jatuhnya Pemerintahan Orde Baru menandai era baru dalam kehidupan politik di Indonesia. Kehidupan politik pertama yang paling menonjol pada pemerintahan berikutnya, yaitu diselenggarakannya pemlu pada 7 Juni 1999.
Berikutnya partai pada masa Reformasi ternyata tidak diikuti dengan ketetentraman dalam kehidupan politik bangsa. Konflik yang terjadi, bukan hanya antarpartai, melainkan juga dalam tubuh partai itu sendiri. Beberapa konflik tersebut, yaitu sebagai berikut :
a.     Dalam tubuh Partai Golkar terjadi konflik setelah terpilihnya Akbar Tanjung sebagai Ketua Umum pada masa Presiden B.J. habbie. Konflik diikuti dengan pembentukan Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) dengan mengankat Edy Sudrajat, purnawirawan ABRI sebagai ketuanya. Beberapa fungsionaris Golkar 18 Agustus 1999 menghendaki agar A.A Baramuli diadili. Ketua umum Golkar yang menuding beberapa fungsionaris partai akan membentuk Partai Medani yang dipimpin oleh Merwah Daud Ibrahim yang dibantah oleh Marwah sendiri.
b.   Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai pecahan dari PDI pada masa Orde Baru pimpinan Suryadi juga tidak lepas dari konflik internal. Konflik internsal tetap terjadi antara kelompok yang menghendaki Megawati tetap sebagai ketua umum dan kelompok yang dipimpin oleh Eros Djarot dan Dimyati Hartono. Dimyati Hartono akhirnya mendirikan partai baru bernama Partai Indonesia Tanah Air Kita (PITA) setelah mengundurkan diri dari PDIP pada 7 Maret 2002.
c.   Konflik dalam tubuh PPP ditandai dengan keluarnya banyak kader kemudian mendirikan partai baru dan mengklaim diri sebagai partai reformis. Salah seorang di antara kader tersebut ialah K.H Zainuddin M.Z. yang mendirikan PPP Reformasi pada Januari 2002
d.  Dalam tubuh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) , konflik internal terjadi menjelang diturunkannya Presiden Abdurahman Wahid oleh MPR. Dua kubu tampil ke muka, yaitu kubu Matori Abdul Djalil dan kubu Alwi Shihab. Sampai April 2002 terdapat dua kubu PKB dengan gamabr lambang yang sama, tetapi pengurus yag berbeda.
e.     Dalam tubuh Partai Bulan Bintang (PBB) konflik terjadi di antara para fungsionaris. Konflik semakin meruncing setelah kubu Hartono mengadkan muktamar dan mengangkat Hartono sebagai Ketua Umum PBB. Konflik yang berujung di pengadilan tersebut, akhirnya  dimenangkan oleh kubu Yusril.
Menurut Arnold Toynbee, perubahan sosial akan terjadi apabila ada faktor yang merangsangnya. Teori ini disebut dengan Teori Respons and Challenges.
Provinsi Timor Timur sebagai provinsi ke-27 berhasil melepaskan diri dari RI dan membentuk negara sendiri. Lepasnya provinsi tersebut terjadi pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie melalui Jejak Pendapat pada 30 Agustus 1999. Hasil Jejak Pendapat yang disponsori oleh UNAMET, sebuah badan PBB untuk Timor Timur, Timtim berada di bawah pengawasan pasukan multinasional PBB (Interfet) dan penguasaan PBB sampai terpilihnya Xanana Gusmao, tokoh Fretilin yang pernah ditawan RI di Jakarta sebagai Presiden. Kemudian, pada 20 Mei 2002 dinyatakan sebagai hari Kemrdekaan Timor Lorosae.
Provinsi Irian Jaya diberi nama Papua serta otonomi khusus pada Oktober 2001, melalui persetujuan DPR atas RUU Otonomi Khusus bagi provinsi tersebut. Dengan demikian, sebagai aspirasi warga setempat dapat direspons oleh pemerintah pusat, walaupun setelah itu masih terjadi gerakan pemisahan diri dan pembunuhan terhadap Theys H. Eluay, Ketua Presidium Dewan Papua pada 11 November 2001.
Tuntutan merdeka juga muncul di Aceh dan telah menimbulkan banyak korban, baik pada pihak tentara RI, tentara Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Presiden B.J.Habibie pada 26 Maret 1999, pernah mengakui adanya operasi militer yang banyak memakan korban jiwa dan meminta maaf kepada seluruh warga Aceh. Pemerintah Pusat segera meresponnya dengan cara antara lain menetapkan daerah Aceh sebagai daerah yang memiiki otonomi khusus denga nama Nanggroe Aceh Darussalam. Pada 9 Agustus 2001 Presiden Megawati Soekarnoputri menandatangai UU No.18 tentang otonomi darah tersebut. Melalui deplomasi Internasional akhirnya RI dan GAM mencapai kesepakan damai pada 9 Desember 2002 di Jenewa, Swiss atas sponsor Henry Dunant Center (HDC). Upaya serupa dilaksanakan pada pemerintaha Susilo Bamabang Yudhoyono di tahun 2004.
Jalan perdamain Aceh semakin terbuka terutama setelah bencana nasional Tsunami pada akhir Desember 2004. Melalui perantara yang sama yaitu HDC, Pemerintahan RI dan GAM berunding di Helsinky, Finlandia dan berhasil memutuskan kesepakatan yang baik bagi ke dua belah pihak.
Sampai September 2002 terdapat 287 kabupaten dan 88 kota baru di Indonesai. Sejak Juli 1997 sampai Oktober 2002 terjadi lebih dari 60 kali ledakan bom di berbagai daerah. Ledakan paling besar terjadi pada 12 Oktober 2002 di daerah wisata Jalan Legian, Kuta, Bali.
2.     Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Berbagai Daerah
Pada Juli 1998, terjadi pendudukan lahan pertenakan di Tapos, Bogor, Jawa Barat yang dimiliki mantan Presiden Soeharto. Pada Agustus 1998 terjadi pengakaplingan 1.400 hektare lahan yang dimiliki putra sulung Presiden Soeharto di Lampung. Untuk mengatasi masalah kemiskinan dan pendidikan mengeluarkan kebijaksanaan berupa program Jaring Pengamanan Sosial (JPS) yang diluncurkan pada 1998 dan didanai APBN serta pinjaman luar negeri. Ternyata mental masyarakat yang terkena krisis bertambah buruk, terbukti dana untuk masyarakat miskin pun dikorupsi oleh mereka yang memiliki kesempatan untuk melakukannya.